Halaman

Translate

Senin, 05 Agustus 2013

PUASA TANPA SHOLAT?


PUASA TANPA SHOLAT? 









Tidak sedikit kita saksikan di tengah-tengah kaum muslimin, ketika menjalani puasa, masih ada saja yang meninggalkan shalat. Mereka sangka bahwa shalat dan puasa adalah ibadah tersendiri. Jika salah satu ditinggalkan, maka dikira tidak berpengaruh pada yang lainnya. Di sini ane coba sampaikan bahwa shalat pun jika ditinggalkan dapat mempengaruhi puasa. Bahkan puasa tersebut bisa rusak jika seseorang meremehkan perkara shalat. Simak dalam beberapa fatwa ulama berikut ini.

Berpuasa Namun Meninggalkan Shalat

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya :

Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?
Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)


Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah.

Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.

‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy ,seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]


Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima).
Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah dari dirinya.
[Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]
Hanya Shalat di Bulan Ramadhan

Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima? ”
Jawab:
“Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”

Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, tiangnya (penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al Anshoriy). Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Ditandatangani oleh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghodyan selaku anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku Wakil Ketua dan ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku Ketua.
[Sumber : Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141]

Setelah kita menyimak tulisan di atas, sudah selayaknya seorang muslim menjaga amalan shalat agar amalan lainnnya pun menjadi teranggap dan bernilai di sisi Allah. Kadar Islam seseorang akan dinilai dari penjagaan dirinya terhadap shalat. Imam Ahmad –rahimahullah- mengatakan,
“Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“ (Lihat Ash Sholah, hal. 12)

Oleh karena itu, sudah saatnya seorang hamba yang sering melalaikan shalat untuk bertaubat sebenar-benarnya dengan ikhlas karen Allah, menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali rutin mengerjakan shalat dan bertekad untuk tidak meninggalkannya lagi.

Semoga Allah memudahkan kita dalam melakukan ketaatan kepada-Nya dan menerima setiap taubat kita. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.


Atas segala kesalahan ,Ane mohon ampun kpd Allah SWT
Atas segala kekliruan, Ane mohon maaf kpd sodara-dosara seiman.
Seluruh kebenaran hanya milik ALLAH SWT

Keutamaan Malam Seribu Bulan ( Lailatul Qadar )

Keutamaan Malam Seribu Bulan ( Lailatul Qadar )

Assalamualaikum Wr.WbAssalamualaikum b

                                                           Assalamualaikum Wr.Wb





Keutamaan sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman."Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala urusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" [Al-Qadar : 1-5]Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah."Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" [Ad-Dukhan : 3-6]

2. Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan.Imam Syafi'i berkata : "Menurut pemahamanku. wallahu 'alam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : "Apakah kami mencarinya di malam ini?", beliau menjawab : "Carilah di malam tersebut" [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda."Artinya : Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : carilah di sepuluh hari terkahir, jika tidak mampu makan jangan sampai terluput tujuh hari sisanya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165]Ini menafsirkan sabdanya."Artinya : Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir" [Lihat Maraji' tadi]Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamir Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda."Artinya : Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)" [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa amalam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terkahir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.KesimpulannyaJika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23, 25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu 'alam

3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.?

Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan paha-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha, (dia) berkata : "Aku bertanya, "Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah :"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu'annii""Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku" Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha."Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]Juga dari Aisyah, (dia berkata) :"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya" [Hadits Riwayat Muslim 1174]

4. Tanda-Tandanya

Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.Dari 'Ubay Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi" [Hadits Riwayat Muslim 762]Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda."Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah" Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda."Artinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Semoga Bermanfaat Bagi Kita Semua

Wassalamualaikum Wr.Wb

Manfaat dan Keajaiban istighfar

                                         بسم الله الرحمن الرحيم

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Ikhwah fillah, ana ingin sedikit berbagi cerita tentang keajaiban istighfar. Beikut ini akan ana sampaikan beberapa kisah tentang istighfar, mohon koeksinya jika terdapat banyak kekeliruan.


Kisah 1
Dikisahkan bahwa, sekali waktu Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bepergian untuk suatu keperluan sampai kemalaman di sebuah kampung. Karena tidak ingin merepotkan siapapun, beliaupun mampir ke sebuah masjid kecil untuk shalat sekaligus berniat bermalam disana. Seusai shalat dan ketika hendak merebahkan tubuh tua beliau di masjid kecil tersebut guna melepaskan sedikit kepenatan malam itu, tiba-tiba sang penjaga masjid datang dan melarang beliau tidur di dalamnya. Sang penjaga tidak mengetahui bahwa, yang dihadapainya adalah seorang ulama besar. Sementara Imam Ahmad juga tidak ingin memperkenalkan diri kepadanya. Beliau langsung keluar dan berpindah ke teras masjid dengan niat beristirahat disana. Namun sang penjaga tetap saja mengusir beliau secara kasar dan bahkan sampai menarik beliau ke jalanan.
Tapi taqdir Allah, tepat saat Imam Ahmad sedang kebingungan di jalan itu, melintaslah seseorang yang ternyata berprofesi sebagai pembuat dan penjual roti. Akhirnya dia menawari dan mengajak beliau untuk menginap di tempatnya, juga tanpa tahu bahwa, tamunya ini adalah Imam Ahmad bin Hambal.
Ketika sampai di rumahnya, sang lelaki baik hati itupun segera mempersiapkan tempat bermalam untuk Imam Ahmad dan mempersilahkan beliau agar langsung istirahat. Sedangkan dia sendiri justru mulai bekerja dengan menyiapkan bahan-bahan pembuatan roti yang akan dijualnya esok hari.
Ternyata Imam Ahmad tidak langsung tidur, melainkan malah memperhatikan segala gerak gerik sang pembuat roti yang menjamu beliau. Dan ada satu hal yang paling menarik perhatian beliau dari lelaki ini. Yakni ucapan dzikir dan doa istighfar yang terus meluncur dari mulutnya tanpa putus sejak awal ia mulai mengerjakan adonan rotinya. Imam Ahmad merasa penasaran lalu bertanya: Sejak kapan kamu selalu beristighfar tanpa henti seperti ini? Ia menjawab: Sejak lama sekali. Ini sudah menjadi kebiasaan rutin saya, hampir dalam segala kondisi. Sang Imam melanjutkan pertanyaan beliau: Lalu apakah kamu bisa merasakan adanya hasil dan manfaat tertentu dari kebiasaan istighfarmu ini? Ya, tentu saja, jawab sang tukang roti dengan cepat dan penuh keyakinan. Apa itu, kalau boleh tahu?, tanya Imam Ahmad lagi.
Iapun menjelaskan seraya bertutur: Sejak merutinkan bacaan doa istighfar ini, saya merasa tidak ada satu doapun yang saya panjatkan untuk kebutuhan saya selama ini, melainkan selalu Allah kabulkan, kecuali satu doa saja yang masih belum terijabahi sampai detik ini?
Sang Imam semakin penasaran dan bertanya: Apa gerangan doa yang satu itu? Si lelaki saleh inipun melanjutkan jawabannya dan berkata: Ya, sudah cukup lama saya selalu berdoa memohon kepada Allah untuk bisa dipertemukan dengan seorang ulama besar yang sangat saya cintai dan agungkan. Beliau adalah Imam Ahmad bin Hambal!
Mendengar jawaban dan penjelasan terakhir ini, Imam Ahmad terhenyak dan langsung bangkit serta bertakbir: Allahu Akbar! Ketahuilah wahai Saudaraku bahwa, Allah telah mengabulkan doamu!
Disini gantian Pak pembuat roti yang kaget dan penasaran: Apa kata Bapak? Doaku telah dikabulkan? Bagaimana caranya? Dimana saya bisa menemui Sang Imam panutan saya itu?
Selanjutnya Imam Ahmad menjawab dengan tenang: Ya. Benar, Allah telah mengijabahi doamu. Ternyata semua yang aku alami hari ini, mulai dari kemalaman di kampungmu ini, diusir sang penjaga masjid, bertemu dengan kamu di jalanan, sampai menginap di rumahmu sekarang ini, rupanya itu semua hanya merupakan cara Allah untuk mengabulkan doa hamba-Nya yang saleh. Ya, orang yang sangat ingin kamu temui selama ini telah ada di rumahmu, dan bahkan di depanmu sekarang. Ketahuilah wahai lelaki saleh, aku adalah Ahmad bin Hambal…!
Dan tentu setiap kita sudah bisa membayangkan, apa yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh sang tukang roti saleh tersebut setelah itu…!
Rahimahumallahu rahmatan wasi’ah…!
Semoga Allah merahmati keduanya dengan rahmat yang seluas-luasnya…!

Kisah 2

Imam Ibnul Qayyim berkisah: Aku sering menyaksikan Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) - semoga Allah mensucikan ruhnya -, ketika menghadapi masalah-masalah yang berat dan sulit, beliau selalu cepat-cepat bertobat kepada Allah, memperbanyak istighfar, beristighatsah kepada Allah, bersandar kepada-Nya, mengharap turunnya kebenaran dari-Nya, dan memohon dibukakannya simpanan-simpanan rahmat-Nya. Dan biasanya tidak lama setelah itu, bantuan ilahi pun segera turun secara beruntun, dan beragam kemudahan Allah datang menhampiri beliau, Sehingga beliau tinggal memilih dan memulai dari yang mana saja.
Sementara itu Imam Ibnu Taimiyah sendiri berkata: Saat ada masalah yang amat pelik dan rumit, yang sampai membuatku merasa "buntu" dan seakan terkunci pemecahannya bagiku, maka akupun langsung beristighfar kepada Allah sebanyak 1000 kali atau lebih atau kurang, sampai Allah membukakan dan memecahkannya untukku.

Kisah 3


Ini kisah kontemporer dari negeri Kuwait. Terjadi pada suami istri ber-kun-yah Abu Yusuf dan Ummu Yusuf. Disampaikan langsung oleh sang suami kepada Syaikh Khalid As-Sulthan, seorang syeikh asal Kuwait juga, seusai beliau menyampaikan ceramah tentang fadhilah istighfar, di Mekkah pada suatu musim haji.
Abu Yusuf memulai ceritanya dengan mengatakan: Saya telah menikah, namun cukup lama tidak dikaruniai anak. Saya dan istripun melakukan berbagai upaya dengan mendatangi setiap dokter spesialis yang kami dengar mungkin bisa membantu dalam masalah kami ini. Termasuk kami telah pergi keluar negeri untuk tujuan yang sama. Namun semua usaha itu belum juga menunjukkan hasil yang kami harapkan. Kami tidak berputus asa, dan tetap menyimpan harapan besar kepada Allah. Karena kami yakin Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tapi kami belum menemukan jalan, cara, sarana dan titik terang yang bisa meyakinkan kami demi terpenuhinya harapan indah bagi setiap pasangan suami istri tersebut.
Sampai suatu hari saya menyimak siaran radio Idza’atul Qur’an Al-Karim (dari Arab Saudi), dimana seorang syaikh sedang membaca firman Allah dalam surah Nuh ayat 10 – 12, dan diantara yang disampaikan oleh beliau saat menjelaskan tentang tafsir ayat tersebut adalah bahwa, istighfar merupakan jalan dan cara terbaik untuk memperoleh keturunan. Kalimat itupun langsung melekat di hati saya. Dan saat sampai di rumah, saya langsung menyampaikan apa yang saya dengar itu kepada istri saya. Lalu kamipun bersepakat untuk menggunakan terapi istimewa ini, terapi istighfar.
Selanjutnya kami pun mulai melantunkan dzikir dan doa istighfar siang dan malam, dengan pelan dan keras, tanpa henti. Dan subhanallah keajaiban kemaha kuasaan Allah serta merta terjadi. Istri tercinta langsung hamil pada bulan pertama kami memulai istighfar khusus tersebut. Tidak bisa digambarkan betapa bahagia dan syukur kami. Setelahnya peristiwa berjalan normal sampai Ummu Yusuf dengan lancar melahirkan putra pertama yang kami beri nama: Yusuf.
Kisah masih berlanjut. Begitu istri lepas dari masa nifasnya, saya berkata kepadanya: Ya Umma Yusuf, mari beristighfar lagi untuk anak kedua. Dan kamipun mengulang istighfar khusus kami seperti kali pertama. Dan keajaiban terulang kembali. Ummu Yusuf langsung hamil lagi, juga pada bulan pertama dari istighfar khusus kedua kami. Allahu Akbar walillahil hamd. Dan putra keduapun lahir dengan lancar, selamat dan sehat! Kami bersyukur dan memuji-Mu ya Allah!
Namun cerita kekuasaan Allah yang kami alami dan rasakan tetap belum berakhir. Seusai nifas yang kedua ini, saya berkata lagi kepada Ummu Yusuf: Sayang! Mari mulai beristighfar lagi untuk anak ketiga kita. Dan berikutnya, sesuai kesepakatan, kami lalu mengulang bacaan istighfar khusus kami untuk yang ketiga kalinya. Dan lagi-lagi subhanallah, walhamdu lillah, wala ilaha illah, wallahu akbar. Istri langsung hamil anak ketiga, juga di bulan pertama dari istighfar khusus kami untuk kali yang ketiga. Sesudahnya semua berjalan normal seperti biasa. Dan anak ketigapun lahir dengan sehat seperti kedua kakaknya. Maka hampir lengkaplah kebahagiaan kami dengan tiga anak laki-laki yang lahir berurutan dalam rentang waktu kurang dari tiga tahun.
Nah, begitu selesai masa nifasnya yang ketiga, kali ini gantian istri saya yang buru-buru berkata kepada saya: Cukup dulu ya Aba Yusuf! Tolong tahan dan hentikan dulu istighfar-nya yang dengan niat khusus untuk tambahan anak. Tunggu dulu sampai anak-anak gedean dikit! Maka kamipun berhenti sementara dari istighfar khusus kami untuk memperoleh keturunan!
Abu Yusuf masih meneruskan penuturannya kepada Syaikh Khalid As-Sulthan: Dan ketika anak-anak beranjak agak besar, saya berkata kepada Ummu Yusuf istri saya: Alhamdulillah kita sudah dianugerahi tiga orang anak laki-laki. Dan rasanya tidak salah dan tidak berlebihan jika kita masih berharap kepada Allah agar mengaruniakan kepada kita seorang putri yang cantik! Maka mari memulai istighfar kita lagi dengan niat khusus dan pamrih spesial kepada Allah kali yang keempat ini untuk mendapatkan seorang anak perempuan!
Sesaat Abu Yusuf diam…sehingga Syaikh Khalidpun berkomentar singkat: Semoga Allah segera memberimu anak perempuan, sebagaimana telah mengaruniakan kepadamu tiga anak laki-laki, wahai Saudara-ku!
Tak berselang lama Abu Yusuf lalu menimpali: Perlu saya berbagi kabar gembira ya Syaikh…! Sekarang saya disini menunaikan ibadah haji, ketahuilah saat ini juga istri saya sedang nifas yang keempat bersama putrinya yang baru dilahirkannya…! TAMMAT.

SUBHANALLAH! WALLAHU AKBAR!
Lalu, adakah seorang mukmin atau mukminah, setelah ini, yang masih juga ragu, secara praktis bukan teoritis, terhadap keluasan rahmat Allah dan kemaha kuasaan-Nya?


Kisah 4

Seoramg suami bercerita: Selepas setiap pertengkaran dengan istri, biasanya aku langsung beranjak untuk pergi meninggalkannya dan meninggalkan rumah sekaligus. Tentu saja dengan kondisi hati yang penuh amarah dan emosi.
Namun sebelum kaki ini melangkah lebih jauh, tepatnya sebelum melewati gerbang apartemen, terjadilah hal yang aku rasakan sangat aneh sekali.
Tiba-tiba hati yang semula panas berubah dingin. Amarah langsung mereda. Dan serta merta muncul dorongan di hati yang sangat kuat untuk segera kembali lagi kepada istri tercinta, berdamai dan meminta maafnya. Dan itu semua yang kemudian aku lakukan. Sehingga niat yang semula begitu kuatnya untuk meninggalkan rumahpun otomatis urung.
Aku hanya bisa bertanya-tanya keheranan mengalami semua itu. Karena benar-benar memang tidak tahu, mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi. Apalagi bahwa, kejadiannya tidak hanya sekali.
Sampai akhirnya akupun menyampaikan kepada istri apa yang terjadi padaku itu berikut keherananku terhadapnya.
Tapi lagi-lagi keanehan yang aku rasakan. Kali ini pada sikap istriku. Ya, ternyata dia tidak heran sama sekali sepertiku. Dia bahkan mengatakan: Aku sudah tahu! Hah? Sudah tahu?!
Dan saat aku semakin penasaran, diapun mulai menyingkap misteri dan rahasia besar itu.
Dia menuturkan: Setiap kali kita bertengkar lalu kamu beranjak hendak keluar, tepat di saat itu pula aku langsung masuk kamar. Untuk menangis? Sama sekali tidak. Melainkan untuk beristighfar. Ya, langsung aku tumpahkan segala keluh kesahku dalam lantunan istighfar indah kepada Allah. Dan dengan niat khusus serta pamrih spesial kali ini. Yakni, sebagai wasilah khusus pengharapan dan permohonan kepada Allah agar Dia mengembalikanmu kepadaku untuk berdamai dan meminta maaf! Dan itulah yang benar-benar terjadi. Akupun jadi semakin yakin bahwa, istighfar memang benar-benar AJAIB dan DAHSYAT!
Ada yang masih ragu?